Rabu, 16 Maret 2011

Ilmu Kalam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan masyarakat, karena itulah muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga terbentuk aliran-aliaran pemikiran para ulama. termasuk aliran teologi yang untuk menyelesaikan masalah-masalah kalam tersebut.
Salafiyah merupakan genre keagamaan dalam tradisi Islam klasik yang kini banyak hadir kembali di sejumlah negara muslim. Kehadiran kelompok Islam yang menisbahkan diri sebagai pengikut jejak generasi panutan pasca Nabi yang saleh (salaf al-shalih) itu, tak jarang menampilkan corak keagamaan yang keras. Lebih-lebih ketika kelompok Islam lainnya yang serumpun juga bermunculan ke permukaan dengan tampilan keagamaan yang tak kalah keras.
Disini kita tidak akan mengklaim aliran yang mana benar, akan tetapi kita akan menggali lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran yang mereka jalani, Aliran-aliran tersebut masing-masing mempunyai landasan yang dijadikan dasar mereka dalam ber-hujjah. Baik itu Al-Qur’an maupun Hadits.
Diantara aliran-aliran tersebut adalah aliran Salafiyah yang tokohnya Ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyah untuk lebih jelasnya kita akan mengkaji pemikiran-pemikiran ini dari awal. Sejarah, dan tokoh-tokoh serta pemikiran-pemikirannya, yang mereka yakini.
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis membatasi rumusan permasalahan kepada tiga malah pokok permasalahan, diantaranya :
1. Bagaimana Pengertian dan Sejarah Gerakan Salafiyah?
2. Bagaimana Pokok-pokok Ajaran dari Gerakan Salafiyah ?
3. Siapa Tokoh-tokoh dari Gerakan Salafiyah

C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dalam makalah ini memakai metode kepustakaan yang mengambil dari berbagai sumber seperti: buku, internet untuk dijadikan referensi, dan yang berkaitan pada masalah pokok pembahasan.
.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Gerakan Salafiyah
Sebelum kita mengetahui sejarah gerakan Salafiyah, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian Salafiyah itu sendiri. Kata "Salaf" adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ" (السلف الصالح), yang berarti "terdahulu". Dalam terminologi Islam, secara umum digunakan untuk menunjuk kepada tiga generasi terbaik umat muslim: Sahabat, Tabi'in, Tabi'ut tabi'in. Ketiga generasi ini dianggap sebagai contoh bagaimana Islam dipraktekkan.
Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan. Adapun secara istilah, adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka diikutsertakan karena mengikuti mereka.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gerakan Salafiyah yaitu suatu gerakan yang mempunyai sikap atau pendirian yang mengacu kepada sikap atau pendirian yang dimiliki para ulama generasi salaf itu, yaitu Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut tabi’in.
Aliran Salaf terdiri dari orang-orang Hanabilah yang muncul pada abad IV Hijriah dengan memperhatikan dirinya dengan pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, yang dipandang oleh mereka telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama salaf. Karena pendapat ulama salaf ini menjadi motif berdirinya, maka orang-orang Hanabilah menamakan dirinya “aliran Salaf”.
Kelompok Hanabilah terkadang bertentangan dengan kelompok lain seperti Asy’ariyah dan menamakan dirinya orang yang mewakili ulama salaf karena memperdulikan dirinya dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.
Pada abad ke VII H, aliran salaf tersebut mendapat kekuatan baru dengan munculnya Ibnu Taimiyah di Syiria. Kemudian pada abad ke XII H, dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di Saudi Arabia.

B. Pokok-pokok Ajaran Gerakan Salafiyah
1. Masalah Aqidah
Aliran Salaf mengakui keesaan Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang menyerupaiNya tanpa menhilangkan sifat-sifat yang dimilikiNya. Tuhan tetap mempunyai beberapa sifat dan Nama tanpa mempermasalahkan lebih jauh. Begitu pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap kerasulan Muhammad saw dan syafa’atnya bagi orang-orang yang beriman dikemudian hari.
Selanjutnya mereka juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana yang diberitahukan oleh Al Qur’an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan lebih jauh. Begitu pula terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini sepenuhnya.
2. Masalah Muamalat
Hukum mengenai masyarakat yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw. berdasarkan pada:
a. Al Qur’an dan Sunnah mewajibkan permusyawaratan dalam menetapkan hukum.
b. Al Qur’an memerintahkan berbuat adil, kebajikan, menciptakan rasa persamaan dan persaudaraan dengan memperhatikan prikemanusiaan.
c. Al Qur’an dan Sunnah mencegah peperangan yang bersifat permusuhan antara satu golongan dengan yang lain.
d. Al Qur’an dan Sunnah berusaha memperbaiki nasib kaum wanita dan orang-orang yang miskin.
e. Al Qur’an dan Sunnah sudah menjelaskan perbedaan hak dalam masyarakat.
Adapun praktek dasar tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat-sahabat dan tabi’in serta tabi’ tabi’in, dan dapat disesuaikan dengan perkembangan masyarakat tanpa menyalahi prinsip tersebut di atas.

3. Masalah Ilmu
a. Orang-orang Salaf hanya mempelajari dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat.
b. Mereka menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan Sunnah.
c. Mereka hanya menunjukkan ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis.
d. Mereka menghindari tentang hal mempersoalkan masalah qadar
Oleh karena itu, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur’an, hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.

C. Tokoh-tokoh Gerakan Salafiyah
Ada dua tokoh yang sangat besar pengaruhnya dalam mengembangkan aliran ini:
1. Ibnu Taimiyah
Nama lengkapnya Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, lahir pada tahun 661 H di Harran, sebuah kota di Iraq. Tampilnya Ibnu Taimiyah pada abad VII H merupakan kekuatan baru bagi aliran Salafiyah, karena selain menghidupkan prinsip pemikiran Salafiyah, juga mengembangkan ajaran-ajaran khususnya dalam hal keyakinan atau aqidah.
• Sistem pemikirannya
Kita telah mengetahui bahwa aliran Mu’tazilah dalam memahami aqidah-aqidah Islam menggunakan metode filsafat dan banyak pula yang mengambil pikiran-pikiran filsafat, meskipun sikap itu timbul karena keinginan hendak mempertahankan Islam dari serangan-serangan lawannya yang bersifat pula. Aliran-aliran yang datang kemudian, yaitu aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, juga tidak terhindar dari metode tersebut, meskipun tidak sama tingkatan pemakaiannya.
Ibnu Taimiyah membagi metode ulama-ulama Islam dalam lapangan aqidah menjadi empat :
1. Aliran filsafat yang mengatakan bahwa al Qur’an berisi dalil “khatabi dan iqnal” (dalil penenang dan pemuas hati, bukan pemuas pikiran) yang sesuai untuk orang banyak, sedang filosof-filosof menganggap dirinya ahli pembuktian rasionil (burhan) dan keyakinan, suatu cara yang lazim dipakai dalam lapangan aqidah.
2. Aliran Mu’tazilah terlebih dahulu memegang dalil akal yang rasionil, sebelum mempelajari dalil-dalil al Qur’an. Mereka memang mengambil kedua macam dalil tersebut, akan tetapi mereka lebih mengutamakan dalil-dalil akal pikiran, sehingga mereka harus menakwilkan dalil-dalil Qur’an untuk disesuaikan dengan hasil pemikiran, apabila terjadi perlawanan, meskipun mereka tidak keluar dari aqidah-aqidah Qur’an
3. Golongan ulama yang percaya kepada aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang disebutkan oleh Qur’an sebagai suatu berita yang harus dipercayai, tetapi tidak dijadikan pangkal penyelidikan akal pikiran. Boleh jadi yang dimaksud ialah bahwa pangkal penyelidikan akal oleh golongan tersebut bukan dari Qur’an, meskipun untuk maksud memperkuat isi Qur’an, dan boleh jadi pula yang dimaksud dengan golongan ini ialah aliran Maturidiyah
4. Golongan yang mempercayai aqidah dan dalil-dalilnya yang disebut dalam Qur’an, tetapi mereka juga menggunakan dalil akal pikiran di samping dalil-dalil Qur’an. Boleh jadi yang dimaksud Ibnu Taimiyah disini ialah aliran Asy’ariyah.
Menurut ibnu Taimiyah, metode aliran Salaf berbeda sama sekali dengan metode keempat-empat golongan tersebut. Aliran salaf hanya percaya kepada aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang ditunjukkan oleh nash, karena nash tersebut adalah wahyu yang diturunkan oleh Tuhan kepada Nabi Muhammad saw. Aliran salaf tidak percaya kepada metode logika rasionil yang asing bagi Islam, karena metode ini tidak terdapat pada masa sahabat dan tabi’in.
Jadi jalur untuk mengetahui aqidah-aqidah dan hukum-hukum dalam Islam dan segala sesuatu yang bertalian dengan itu, baik yang pokok ataupun bukan, baik aqidah itu sendiri, maupun dalil-dalil pembuktiannya, tidak lain sumbernya ialah Qur’an dan hadis Nabi sebagai penjelasnya. Apa yang telah ditetapkan oleh Qur’an dan di jelaskan oleh Sunnah Nabi harus diterima dan tidak boleh ditolak.
Akal pikiran tidak mempunyai kekuasaan untuk menakwilkan Qur’an atau menafsirkannya ataupun menguraikannya, kecuali dalam batas-batas yang di izinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan pula hadis-hadis. Kekuasaan akal pikiran sesudah itu tidak lain hanya membenarkan dan tunduk kepada nash, serta mendekatkannya kepada alam pikiran. Jadi fungsi akal pikiran tidak lain hanya menjadi saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil Qur’an, bukan menjadi hakim yang akal mengadili dan menolaknya. Demikianlah metode aliran Salaf yang meletakkan akal pikiran di belakang nash-nash agama yang tidak boleh berdiri sendiri.
• Ajaran-ajarannya
Adapun ajaran yang ditanamkan oleh Ibnu Taimiyah adalah terkait dengan masalah aqidah, yakni:
a. Keesaan Zat dan Sifat
Semua kaum muslimin sepakat pendapatnya tentang Keesaan Tuhan, tidak ada yang menyerupai-Nya. Akan tetapi menurut Ibn Taimiyah, konotasi (kandungan) perkataan ‘Keesaan’ (tauhid) dan perkataan-perkataan lainnya yang ada hubungannya dengan perkataan tersebut, yaitu ‘penyucian’ (tanzih), ‘penyerupaan’ (tasybih), dan ‘penjisiman’ (tajsim anthropomorph) dapat berbeda-beda menurut perbedaan orang yang memakainya, sebab tiap-tiap golongan mengartikannya dengan arti yang berlainan.
b. Keesaan Penciptaan
Dasar Keesaan Penciptaan ialah bahwa Tuhan menjadikan langit dan bumi, apa yang ada di dalamnya atau yang terletak di antara keduanya, tanpa sekutu dalam menciptakannya, dan tidak ada pula yang mempersengketakan kekuasaanNya, tidak ada kemauan makhluk yang mempersengketakan kemauan Tuhan, atau bersama-sama dengan Dia dalam menciptakan segala sesuatu, bahkan segala sesuatu dan semua pekerjaan datang dari Tuhan, dan kepadaNya pula kembali.
Kelanjutan dari kepercayaan tersebut ialah persoalan ‘ Jabar dan Ikhtiar ’ dan ‘apakah perbuatan Tuhan terjadi karena untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu atau tidak’.
c. Keesaan ibadah
Keesaan ibadah artinya seseorang manusia tidak mengarahkan ibadahnya selain kepada Tuhan, dan hal ini baru terwujud apabila dua hal berikut dipenuhi :
1. Hanya menyembah Tuhan semata-mata dan tidak mengetahui Ketuhanan selain bagi Allah.
2. Kita menyembah Tuhan dengan cara yang telah ditentukan (disyaratkan) oleh Tuhan melalui rasul-rasulNya. Baik ibadah yang wajib, atau sunah maupun mubah, harus dimaksudkan untuk ketaatan dan pernyataan syukur semata-mata kepada Tuhan, Kelanjutan dari kedua hal tersebut ialah :
a. Larangan mengangkat manusia, hidup atau mati, sebagai perantara kepada Tuhan.
Dalam hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan sebagai berikut :
“Kita tidak boleh meminta sesuatu kepada Nabi-nabi dan orang-orang saleh sesudah mereka wafat. Meskipun mereka hidup dikuburnya dan andaikan mereka dapat mendo’akan untuk orang-orang yang masih hidup, namun seseorang tidak boleh minta kepada mereka. Seorang Salaf tidak berbuat demikian, karena perbuatan itu mendapatkan syirik dan berarti menyembah selain Tuhan. Lain halnya dengan permintaan kepada mereka waktu hidupnya, maka tidak mendatangkan syirik”.
Minta pertolongan (istighatsah) kepada selain Allah juga tidak boleh, sebab yang berhak dimintai pertolongan hanya Zat yang sanggup mengadakan perubahan dan hal ini hanya dimiliki oleh Tuhan semata-mata.
b. Larangan memberikan nazar kepada kuburan atau penghuni kuburan atau penjaga kuburan.
Perbuatan ini haram karena tidak ada bedanya dengan nazar kepada patung berhala. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan sebagai berikut :
“Siapa yang percaya bahwa kuburan mempunyai daya guna atau mendatangkan pahala, maka ia bodoh atau sesat”
Bahkan ia lebih keras lagi mengatakan sebagai berikut :
“Siapa yang percaya bahwa nazar itu merupakan kunci untuk mendapatkan kebutuhan dari Tuhan dan dapat menghilangkan bahaya, membuka rizqi atau menjaga pagar batas, maka ia menjadi musyrik yang harus dihukum mati”.
c. Larangan ziarah ke kubur-kubur orang saleh dan nabi-nabi.
Kelanjutan yang logis dari kedua hal tersebut di atas ialah larangan ziarah kubur orang-orang saleh dengan maksud minta berkah atau mendekatkan diri kepada Allah. Sedang kalau untuk maksud mencari suri tauladan dan nasehat (al ‘izhah wa al I’tibar), maka dibolehkan, bahkan dianjurkan. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ziarah ke kubur Nabi untuk minta berkah juga tidak boleh karena :
- Nabi melarang kuburnya dijadikan masjid, supaya jangan menjadi tempat ziarah orang. Karena itu kuburnya terletak di rumah isterinya, yaitu Siti Aisyah. Nabi sendiri pernah berkata ketika hendak meninggal dunia : “Tuhan mengutuki orang-orang Yahudi dan Masehi, karena menjadikan kubur nabi-nabinya sebagai masjid”.
- Sepeninggal Nabi, sahabat-sahabatnya apabila hendak memberi salam dan berdoa, mereka menghadap kiblat. Juga apabila mereka hendak bepergian atau datang dari bepergian, mereka hanya mengarahkan diri ke kubur Nabi.

2. Muhammad bin Abdul Wahab
Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan di ‘Ujainah, yaitu sebuah dusun di Najed, daerah Saudi Arabia sebelah timur. Salah satu tempat belajarnya ialah kota Madinah, pada Sulaiman al Kurdi dan Muhammad al Khayyat al Sindi.
• Ajaran-ajarannya

a. Ketauhidan
Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai berikut :
- Penyembahan kepada selainTuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.
- Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin.
- Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan pengantar kata dalam shalat terhadap nama Nabi-nabi atau wali atau malaikat (seperti sayyidina Muhammad).
- Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata-mata..
- Termasuk kufur dan Ilhad juga mengingkari ‘qadar’ dalam semua perbuatan dan penafsiran Qur’an dengan jalan takwil.
- Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup dengan menghitung keratan jari.
- Sumber syari’at Islam dalam soal halal haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah Sunnah Rasul. Perkataan ulama mutakallimin dan fuqaha tentang haram dan halal tidak menjadi pegangan, selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
- Pintu Ijtihad tetap terbuka dan siapapun juga boleh melakukan ijtihad asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.
b. Masalah Bid’ah
Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh mereka dan harus diberantas, ialah antara lain: berkumpul bersama-sama dalam acara maulid, orang wanita mengiringi jenazah, mengadakan halakah (pertemuan) zikir, bahkan mereka merampas buku-buku yang berisi tawashullat, seperti Dalailul Khairat, dan sebagainya. Mereka tidak cukup sampai di situ, bahkan kebiasaan sehari-hari juga dikatagorikan dalam bid’ah, seperti : rokok, minum kopi, memakai pakaian sutera bagi lelaki, begambar (foto), mencelup (memacari) jenggot, memakai cincin dan lain-lainnya yang termasuk dalam soal-soal yang kecil dan yang tidak mengandung atau mendatangkan paham keberhalaan.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, gerakan Salafiyah yaitu suatu gerakan yang mempunyai sikap atau pendirian yang mengacu kepada sikap atau pendirian yang dimiliki para ulama generasi salaf itu, yaitu Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut tabi’in.
Aliran Salaf terdiri dari orang-orang Hanabilah yang muncul pada abad IV Hijriah dengan memperhatikan dirinya dengan pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, yang dipandang oleh mereka telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama salaf. Karena pendapat ulama salaf ini menjadi motif berdirinya, maka orang-orang Hanabilah menamakan dirinya “aliran Salaf”.
Pokok-pokok ajaran Salafiyah, yaitu mengenai masalah-masalah aqidah, muamalat, dan ilmu. Mengenai tokoh-tokoh aliran atau gerakan Salafiyah, yaitu Ibn Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab.
B. Saran
Pemakalah menyeru kepada semua yang berada di atas landasan dakwah agar mengelakkan diri kita daripada cepat menuduh orang lain yang berbeda pendapat dengan kita dengan tuduhan “LIBERAL” dan sebagainya. Ingatlah pesanan asy-Syahid Imam Hassan al-Banna: “Jauhilah daripada mengumpat peribadi orang, mengecam pertubuhan-pertubuhan, dan janganlah bercakap melainkan apa yang memberi kebaikan”. Dan nasihatnya lagi: “Sesungguhnya kewajiban-kewajiban kita adalah lebih banyak daripada masa yang ada pada kita; oleh itu gunakanlah masa dengan sebaik-baiknya dan ringkaskanlah perlaksanaannya”.


DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, A, Pengantar Theology Islam. Jakarta: PT. Al Husna Zikra. Cet. VI. 1995
http://id.wikipedia.org/wiki/Salafiyah
http://latenrilawa-transendent.blogspot.com/2010/04/silabi-ilmu-kalam-aliran-salafiyah.html
http://nuris23.wordpress.com/salafiyah-yang-dibina-oleh-dr-aminullah-el-hady/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar